Sondag 26 Mei 2013

Beranda » » Sarbini Ingin Mengingat Mati di Kuburan Kembar

Sarbini Ingin Mengingat Mati di Kuburan Kembar

Home Kisah

Sarbini Ingin Mengingat Mati di "Kuburan Kembar"

 
Sarbini sedang beraktifitas (Foto: Samsul Bahri)
 

Senin, 27 Mei 2013

TANGANNYA sangat lincah memainkan pisau kecilnya yang  tajam berwarna perak kehitaman. Ia meletakkan sepatu di atas pahanya. Lalu diambilnya jarum besi yang ujungnya berbentuk anak panah,  sebagai pengait benang. Jarum yang menembusi telapak sepatu bagian dalam, kemudian ditarik benang yang telah dikaitkan di ujung jarum yang telah ditandai dengan irisan pisau sebelumnya. Begitulah cara menjahit ia lakukan, agar telapak sepatu tak mudah lepas.

Jasa menjahit sepatu (sol sepatu) ini telah dilakukan Sarbini sejak 25 tahun lalu. Seluruh waktunya telah ia habiskan  dengan berprofesi sebagai penjahit sepatu tetap di daerah Ngagel Surabaya, tepatnya di depan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Ngagel Surabaya.  Di jalan dua arah ini terdapat dua kuburan yang saling berhadapan, orang menyebutnya makam pahlawan dan TPU Ngagel atau "Kuburan Kembar".

Di lokasi inilah, tempat mangkal bapak empat anak sehari-hari menyelesaikan tugas orderan orang.

"Aku sangat cinta sepatu,"  ucapnya sambil bernyanyi. 

Sebelum menekuli sebagai tukang sol sepatu, ia mengaku pernah bekerja pada pabrik sepatu di Kali Sosok dan Wonocolo. Saat itu, tugasnya adalah bagian pembuatan telapak sepatu.
Namun sayang, pabrik tempatnya bekerja itu bangkrut. Ia akhirnya banting setir menjadi seorang penjahit sepatu.

Kini, sehari-hari ia abdikan waktunya sebagai tukang sol sepatu di pinggir jalan. Tak peduli terik panas atau hujan deras.

"Bila panas datang, ya kepanasan, bila hujan tiba ya kehujanan,  ungkap pria yang beberapa hari lalu sempat kebanjiran saat hujan lebat datang mengguyur Kota Surabaya.

Bekerja di jalanan baginya memiliki suka-duka tersendiri. Ia pun tak menyangkal sering didatangi petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).  Pria yang mengaku bisa sedikit bahasa Inggris, Jepang dan Belanda ini sering tak bisa memahami petugas Satpol PP.

"Saya dan teman-teman  sering diobrak di sini. Mengusuir orang itu enak, tapi harus ada penyelesainnya," tuturnya kepada hidayatullah.com hari itu.

Ia mengeluh Pemkot hanya bisa mengobrak- abrik kaum mereka, tapi tak memberi solusi terbaik.

"Aku kerja  begini untuk anak dan keluarga," ungkapnya. Menurut Sabrini, keempat anaknya sekarang pun sudah berhasil. Terakhir si bungsu yang bergelar sarjana sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kota Surabaya.

Mengingat Mati

Sarbini mengakui usianya sudah tua. Kini dia sudah berumur 67 tahun. Rambut kepalanya mulai memutih seluruhnya dan penglihatannya pun mulai memudar. Meski demikian,  ia mengaku tak akan berhenti bekerja. Ia bahkan mengaku telah bekerja selama hampir seperempat abad di pinggir jalan.

Meski diakui telah berhasil mengantarkan anak-anaknya bisa sekolah dan bekerja yang layak, ia tak punya niat untuk berhenti bekerja dari profesinya sebagai penjahit sepatu.

Sarbini mengaku justru lebih hidup dengan bekerja dibanding hanya menganggur di rumah.

"Enak jadi orang embongan (orang jalanan, red),  kalau saya di rumah malah pegel, capek, dan bisa sakit," ucapnya.

Sarbini mengaku ingin menghabiskan sisa umurnya yang diamanahkan oleh Allah Subhanahu Wata'ala sebagai penjahit sepatu yang diapit dua kuburan. Sebab baginya, dua tempat ini cukup baik baginya untuk mengingatkan akan kematian.

"Tempat ini mengingatkanku akan kematian," ucapnya. Setidaknya, itu cukup baik baginya sampai ia dipanggil kembali menghadap-Nya, ujar Sarbini.*/Samsul Bahri


Red: Cholis Akbar

27 May, 2013


-
Source: http://hidayatullah.com/dev/read/28734/27/05/2013/sarbini%20ingin%20mengingat%20mati%20di%20%20kuburan%20kembar%20.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com Description: Sarbini Ingin Mengingat Mati di Kuburan Kembar

Description: Sarbini Ingin Mengingat Mati di Kuburan Kembar - Rating: 4.5 - Reviewer: Unknown - ItemReviewed: Sarbini Ingin Mengingat Mati di Kuburan Kembar